Rabu, 26 Maret 2014

Aku tahu kau pun tahu

aku tahu
kau pun tahu
apa sebabku menjadi bisu
menjadi begitu menyebalkan

ini sebab kau tak punya jawaban
bertanya pada bulan
yang hanya tersenyum terang
ini alasan kaki mu tak lagi berpijak
bumi yang kau diami tergenang
tak lagi indah...

tapi negeriku indah sekali,
dipenghujan banyak kolamnya
dimusim panas banyak turisnya

asal kau tahu
kami senang sekali berenang
maka saat penghujan
Tuhan memberikan banyak air

pun kau tahu
kami bahagia dimusim panas
karena jemuran cepat kering
dan petani bersyukur dengan padinya

inilah negeriku
yang katanya lucu
karena kebaikan dikata pencitraan
karena pemberian dibilang gratifikasi

kau mengetahuinya kawan
ketika kebaikan
terdengar begitu mahalnya
ketika maksiat
terlihat begitu maraknya

inilah zamanku
yang cahayanya
mulai redup
mulai samar

bahkan suatu saat nanti
tak bisa kita bedakan lagi
sebuah kejahatan yang terlihat baik
dan sebuah kebaikan yang dirasa buruk

inilah, akhir zaman
aku tahu, kau mengetahuinya

Daun

Coba tengok dedaunan yang elok rupawan berderet rapi di sebuah tangkai pepohonan. Membuat rimbun, rindang orang berteduh, sejuk orang bernaung. Lalu-lalang burung berkicau mencari makan, pulang pergi mengambil bahan yang ia perlukan untuk membuat sarang. Sungguh aku tau, itu pohon yang baik dan nyaman untuk siapa saja yang berada disekitarnya. Air dan sinar matahari yang cukup, tentu sangat membantu pertumbuhan pohon ini. Membuatnya kuat menghujam bumi, membuatnya tegak dan mampu menopang diri. Hujan seringkali membuat dedaunan menjadi basah plus segar, dan angin membuat udara begitu sejuk, begitu wangi.

Tapi aku tau suatu hal kawan, konspirasi antara hujan dan angin. Konspirasi ini hanya aku dan kau yang tau, konspirsi yang sungguh menyakitkan. Hujan sering kali berkata bahwa ia dapat membuat daun menjadi segar. Angin selalu mengatasnamakan sejuk nan hidup agar mampu membelai lembut daun-daun di tepian. Bukankah angin tak selamanya berbisik lembut? Bukankah angin tak selalu indah jika datang dengan keributan? Haruskah daun selalu percaya pada angin, yang kadang kala berbisik tentang masa depan. Tentang daun yang bisa terbang bebas layaknya angin. Lihatlah konspirasi itu teman, daun dapat terbang tapi tak mampu lama karena bukan keahliannya. Ia membuatnya terjatuh, hujan bersorak membuat daun yang jatuh menjadi segar dan busuk di atas tanah. Sepertinya daun tahu bahwa itu takdirnya, terjatuh di atas tanah, membusuk dan membumi.

Tuhan, apakah daun Engkau biarkan untuk memilih? atau ia benar-benar tak punya pilihan?
Karena bagiku daun masih tetap akan bermanfaat meski ia hanya memiliki dua pilihan dalam hidupnya. Pilihan seperti hidup dan mati untuk keseimbangan alam, atau mati membusuk membumi menjadi organik.

Tuhan, daun membelajarkan aku suatu hal. Tentang tumbuhan padang pasir yang tak pernah menggerutu menunggu hujan. Tentang tumbuhan tak berdaun yang tetap hidup meski tidak mampu berfotosintesis.
Tentang ikhlas yang diajarkannya, atas takdirMu, atas ijinMu yang membiarkan awan, hujan dan angin berkonspirasi.

Sungguh, karena daun tak pernah diberikan pembelajaran untuk pergi dan menghindar dari angin dan hujan. Bahkan ia tak diberikan kekuatan untuk menceraikannya, agar tak lagi berkonspirasi....

---------------------
cukup, untuk sebuah konspirasi yang membuat sesak, seolah tak membiarkan aku untuk memilih. Hanya sebuah analogi, tak perlu banyak menerka apa yang sesungguhnya ingin penulis sampaikan.
- mutia azahra

teruntuk, imamku

ijinkan aku untuk menunduk
agar hati menjadi cantik dan berkilau karena terjaga
biarlah buta dari pandangan bukan mahram
ajarkan pula aku bisu dan tuli dari perkara yang Allah murkai

untuk mu yang entah siapa dan dimana kini
doakan aku, agar terjaga dari semuanya
harapku, agar Allah menjaga mu pula, dengan penjagaanNya
meninggikan derajatmu dan menjadikan berkah rizki yg kau miliki

untuk imamku yang aku tak pernah tau..
semoga engkau adalah seseorang yang baik akhlak dan rupanya
doakan aku agar selalu ingin belajar banyak
tentang Rabb dan kekasihnya
tentang hikmah kehidupan dan banyak hal lainnya

Allah, maha bijaksana...
yang mengumpulkan kita disaat yang tepat
karena saat ini,Ia sedang mengajari kita sabar untuk menunggu
bila nyatanya kita berjodoh...
Sungguh, biarlah Allah yang mempertemukan kita dengan kuasaNya
yang meneguhkan hati kita, dan mengikatnya...
yang memantapkan hati kita, dan menjadikannya indah pada waktunya.

Jika kita bertemu kelak wahai imamku...
terimalah aku dengan semua kekuranganku
yang pastinya banyak sekali kekurangan dibandingkan kelebihannya
Aku hanya bisa berusaha untuk menjadi Ibu dan istri yang baik
maka, maafkanlah jika aku sebagai serpihan tulangrusukmu
tidak seperti apa yang engkau harapkan...

pintaku padamu, doakanlah aku...
agar aku tetap bersabar menunggumu,
menunggu surat cintaNya datang
saat ini, Allah belum mengamanahi aku dan engkau bersama...

berjuanglah  dalam pencarianmu...
berjuanglah mencari ridho Allah dlm langkahmu
agar setiap langkah adalah tasbih cinta
cinta yang mencintai aku karenaNya...

Catatan Asli tertulis, tanggal 21 Agustus 2012
-mutia azahra-

mati lampu -_-

gelap, sore ini semua aliran listrik di kampungku padam. dan aku tiba-tiba teringat mama. dulu saat mati lampu, aq berteriak dan segera mencari mama. rasanya sedikit tegang karena itu kondisinya malam hari, dan hujan begitu lebatnya.Aku dan adiku tentunya mencari perlindungan, saling berpegangan dan mencari mama di setiap sudut ruang. Ketika kami berteriak maaaa dengan suara ketakutan. Mama hanya berkata "yaa" sambil membawa lilin ke tengah ruangan. diruang tengah kami berkumpul, sedikit bermain bayangan dari pantulan sinar lilin. Mama senang memacakan sholawat, baik hujan atau ketika aku sedang rewel karena sakit. mama selalu membacanya hingga ku terlelap. Kangen mama :)

Untuk Angin

Beberapa hari dipekan ini, aku melewati jalan yang sama, penuh history membuat aku masuk dalam ruang waktu yang sebenarnya ingin aku hapus. Berjalan dengan semua asa yang aku punya, bahkan aku hafal detail sudut jalan, pertokoan dan perumahan di area ini, semua karena terlalu seringnya aku mondar-mandir untuk penelitian. Tapi ini menyakitkan, karena sejarah silam itu bagiku telah terkubur bersama putaran waktu. Haruskah aku menggali semua, membuka kembali lembaran album yang nyatanya telah berdebu?. Itu akan membuatku sesak.

Angin, aku ingin berbicara suatu hal padamu. Tentang keributan di senja hari, tentang celotehan tak berujung yang membuat engkau selalu mengalah - apa, mengalah?. Ah bagiku bukan mengalah, kau justru membuat semuanya menggantung diatas langit. Beterbangan. Bahkan bagiku kau selalu berpura-pura tak peduli, bagiku ka selalu berpura-pura tak tahu. Bukankah terkadang itu menyebalkan?. Kau tak pernah tau, bahwa aku adalah seseorang yang pandai menyimpan sejarah, menyimpannya dalam museum. Tapi kenyataannya, kau tak bisa aku simpan dengan mudahnya di museum. Ruang kecil berbingkai itu, tak cukup membuatmu masuk untuk aku museumkan-kau terlalu bebas berkeliaran. Nyatanya Tuhan ingin kita berdamai, menikmati hidup dengan berjalanya waktu. Tapi aku tidak mau mengerti untuk hal ini, berkawan dengan angin liar sepertimu terkadang menciptakan angin panas yang bisa membuatku gerah. Ya, karena bagimu mudah saja, pergi menjadi angin spoy dan berusaha tak peduli atau menjadi puting beliung meluluh lantakan semua.

Angin, aku tak mengerti. Apakah ini pembenaran diri atau sebenarnya diriku telah terjebak oleh tipuan, seperti tipuan bias dalam pelangi. Bisakah kau ceritakan dan jelaskan kepadaku tentang semua ini, pemahaman baru tentang cara berdamai terbaik. Aku pikir kau memiliki pengalaman hebat yang bisa kau bagikan untuk ku, tentang mengingat untuk melupakan. Atau mungkin kau tak pernah mempunyai kamus tentang dua hal itu? Karena aku menganggap semua ini adalah sebuah analogi :

Aku dan kau bertemu bukan secara kebetulan, dipertemukan bukan karena ketidak sengajaan. Seperti gerhana, yang membuat matahari dan bulan lurus sejajar bersamaan, meski tidak untuk selamanya (mutia azahra, 2013)

Maka Angin, biarkanlah aku luruh seperti daun yang jatuh. Meminta maaf padamu dan alam yang lebih tahu tentang kita, tentang semua hal yang bagiku tak perlu penjelasan. Tentang aku yang selalu marah, menyalahkan, menydutkan, membuatmu merasa tak nyaman. Atau mungkin aku saja yang terlampau membuat semua ini begitu rumit, ya aku saja yang membuat ini begitu kompleks. Aku terlalu ingin menutupi bahwa cermin yang retak itu baik-baik saja. Aku terlalu ingin meyakinkan mu bahwa diantara kita "just friend" and "enough". Nampaknya aku terlalu memaksakan, dan semua itu terkesan seperti memilukan. Aku tau, kau tidak ingin membuat dirimu menjadi beban untukku bukan? maka kau pergi dengan seluruh ego yang kau miliki. Kau benar-benar seperlunya, benar-benar tak peduli. Aku lega, meski sebenarnya aku tak mengerti apa yang aku inginkan.

Maka semua laku diriku tentang apa yang kau lihat selama ini adalah salah, aku takan mencari pembelaan. Biar saja kau yang menilai, tentang sudut pandangku akan seAbreg hal yang kau miliki. Kau cukup cerdas untuk mengenalku, dan untuk kali ini aku mengalah, aku mengalah padamu yang sabar mengikuti apa mauku, meski nyatanya bagiku kau terlalu keras kepala. Maka berhentilah untuk menerka apa yang aku pikirkan dan apa yang aku lakukan. Pura-pura tak tau, hingga akhirnya terbiasa dan akhirnya benar-benar tidak tahu.

Angin, bagiku catatan ini adalah kamus yang ingin kau baca ditahun lalu, tapi aku berusaha untuk tidak peduli. Mungkin kau menganggap aku terlalu hiperbola, membuat rumit hal yang sederhana. Tapi bagiku tidak demikian, ini adalah salah satu cara agar aku bisa berdamai dengan diriku. Taukah kau mengapa demikian, karena aku selalu berusaha agar waktu bisa menghapus semuanya. Memotong dengan paksa setiap bunga liar yang tumbuh-mengotori rumah. Cukup, semua ini karena aku selalu berusaha menghargai pemilik rumah yang sesungguhnya.

Hanya Kau yang tahu

Aku hanya berkata pada huruf
Membisikannya lewat sajak-sajak rindu
Membelai angin, merasakan hampa
Berteman lama dengan bisu

Cintaku adalah semburat rindu
Yang meradang kala cemburu
Yang berbunga kala bertemu
Tak ada yang tahu

Sejak lama aku berteman sepi
Berkawan dengan alphabet dalam keyboard
Menulisnya agar mengupahi
Menyimpanya hanya untuk dikenang

Cintaku hanya aku dan Dia yan tahu
Bersama barisan puisi roman
Tumpukan file-file karya
Yang pemerannya adalah dia

Sampai kapan aku menyimpannya?
Bercerita pada angin agar ia tahu
Berharap ia dengar
Berharap ia pun sama
Tuhan tau, aku menyimpannya dalam
Menjaga untuk setia
Berlatih untuk bersabar

Akhirnya, aku bertanya lirih
Tuhan, apakah Engkau pilihkan aku untuknya?

Hanya Kau yang tahu