Kamis, 05 Februari 2015

Selamat Ulang Tahun Bunda :D

Dahulu sekali, ketika adikku lahir ke dunia - saat itu aku masih balita. Seseorang yang entah siapa bertanya kepadaku, "dulu muti juga jadi ade bayi lho, muti inget gk?". Aku menggelengkan kepala, sambil menatap adikku yang tengah menangis di atas kasur. Aku merasa takjub dan memikirkan bahwa dulu ternyata aku pernah menjadi bayi, tidak punya kekuatan dan sering menangis seperti adikku. Usiaku saat itu sekitar 4 atau 5 tahun. Hari itu aku berpikir, bagaimana aku bisa ada di dunia ini?. Kenapa aku sama sekali tidak ingat bagaimana aku bayi? Kenapa tiba-tiba aku sudah besar (maksudnya udah balita). Pikiranku saat itu mengatakan, melupakan sejarah adalah sebuah kesalahan. #ahaaa lebay bingiiit. Sederhananya, aku beranggapan bahwa sangat disayangkan sekali melupakan apa yang terjadi dalam hidup. Alhasil mulai saat itu aku berniat tidak melupakan hal-hal yang aku anggap penting (Ampuun dah). Seperti membeli anak ayam warna-warni, tragedi petasan yang di rendam di ember sama mama, ke jebur di selokan, atau pergi beramai-ramai melihat kuburan yang mengeluarkan asap. Wah kalau di ceritakan tentu akan panjang sekali. Maka dewasa ini aku paham, bahwa saat itu adalah masa ke emasan (golden age). Masa yang tak pernah lelah untuk mencari tahu dan ingin mencoba. Lambat laun, aku mulai memahami tentang arti kelahiran, tentang usia, tentang kelemahan manusia yaitu "lupa".

Dalam dimensi waktu, aku tidak pernah merayakan hari lahir. Mama dan papa hanya mendoakan dan itu cukup, tapi teman-teman kecilku merayakan hari lahir mereka - itu membuat muti kecil merasa iri (ada ada ajja). Maka ketika aku ulang tahun, diam-diam aku jajan donat atau roti (baca:kue bolu) dan tak lupa aku pasang lilin putih besar yang sering digunakan kalau mati lampu. #bahagia itu sederhana bukan?. Meskipun begitu, mama dan papah bukan tidak bisa merayakannya dengan pesta. Tapi mungkin tidak ingin membiasakan dan menjadikan itu sebagai keharusan. Ya, keharusan seperti ada kue, lilin, make a wish, lagu Happy Birthday, dan kado di hari kelahiran. (ini asal usulnya darimana ya?)

Kini saat aku mengajar, aku tahu bagaimana keinginan mereka (murid-muridku) merayakan ulang tahunnya di sekolah. Lucunya lagi, januari lalu kami para guru tidak pernah sepi dari ulang tahun selama tiga hari berturut-turut. Bukan karena hari lahir mereka yang berdekatan, tetapi karena mereka sangat ingin merayakannya. Namun ada yang berbeda di bulan febuari tahun 2015 ini, kemarin sepulang sekolah beberapa orang tua murid ingin bertemu denganku dan bunda neng. “Selamat ulang tahun bunda muti, selamat ulang tahun bunda neng” sambil menyerahkan kue dan kado. Bunda neng celingak-celinguk sambil senyum-senyum karena miladnya udah ke lewat 8 hari. Sedangkan aku tersenyum sambil muhasabah *ini bukan lebay*. Lebih tepatnya nostalgia, karena smp dulu mut pernah nyembunyiin sepatu wali kelas dengan alasan “ulang tahun”. (Tobat daaah...)


Tidak ada alasan apapun kenapa aku membagi cerita ini, hanya saja kejadian ini mengandung hikmah bahwa hidup membuat kita banyak belajar. 

Pembelajaran pertama, saat anak menjadi RAJA atau usia (0-7) perbanyaklah pertanyaan yang menimbulkan rasa ingin tahunya. Sebagian besar dari kita justru terlalu banyak menjelaskan apa yang anak tanyakan, meskipun itu memang bukan kesaLahan. Cobalah memberikan banyak pertanyaan terhadap hal-hal yang belum ia tahu. Melalui pertanyaan, otaknya justru akan terstimulasi untuk berpikir dan mencari tahu. Contohnya : “kenapa ya daun berwarna hijau?”, “apa semua daun warnanya hijau?”, “tapi daun ini kok warnanya coklat”, sambil memegag daun kering. Dari pertanyaan tersebut tentu saja akan banyak pertanyaan lain dalam benaknya. Kemungkinan besar ia akan bertanya kepada orang terdekat, mengamati, atau mungkin googling. 

Pembelajaran kedua dari cerita ini, ulang tahun adalah salah satu cara mengenakan konsep waktu terhadap anak. Anak usia dini pada umumnya masih kebingungan dengan kata kemarin dan besok. Baginya semua waktu adalah sama yaitu “sekarang”, itulah yang membuat anak-anak tidak suka menunggu. Maka mengenalkan hari lahir adalah moment mengenalkan hitungan tahun untuknya, dengan pengertian bahwa ulang tahun tidak harus selalu dirayakan. 

Pembelajaran ketiga, menjadi pendidik bukanlah perkara mudah. Salah atau asal-asalan mendidik akan berakibat dikemudian hari, dampaknya bisa mempengaruhi pola pikir, karakter, akhlak dan psikologis anak. Oleh sebab itu, guru harus menjadi sahabat sejati orangtua agar pendidikan di rumah dan di sekolah sejalan. Dari cerita di atas, dengan posisi saya sebagai guru. Sungguh saya terharu plus seneng banget, bukan karena hadiah/kue dihari ulang tahun. Tapi karena apresiasi orangtua yang baik, yang sungguh menghargai meskipun saya sebagai guru tentunya memiliki banyak sekali kekurangan.

Tidak ada komentar: