Kamis, 22 Juni 2023

Hari yang panjang

Sudah lama tak menulis, ingin sedikit berbagi kala jengah menghampiri. Bukan karena alpa atau lupa, namun terkadang agak sungkan jika dunia mengetahuinya. Cerita ini ditulis untuk dikenang, bahwa aku pernah melaluinya. Bahwa aku adalah manusia biasa yang masih harus banyak belajar.

Pagi ini rutinitasku sama seperti hari² lalu, menyuapi taqi; memandikan, bermain, dan mengajaknya tidur siang. Namun hari ini terasa begitu panjang dan berat, dirumah tidak hanya taqi. Kami juga bermain bersama twins dari pagi hingga berganti hari, karena mereka libur sekolah. 

Subhanallah di awal² libur sekolah, anak² sungguh menguras tenaga dan pikiran. Bagaimana tidak, kasur eyangnya dibuat perosotan, lemari bajunya di panjat, buku² dan Al-Quran berserakan, bantal guling dan box kontainer sudah tak tau lagi mereka apakan. Belum mereka bereskan sudah pindah ke lantai atas, mainan yg sengaja disimpan di obrak-abrik seolah sedang mencari sesuatu. Aku yg tengah sibuk masak di dapur sudah tak enak hati, ya Allah berikan aku banyak kesabaran. 

Sebelumnya mas arkan main kompor, ia menyalakan lilin dengan api dari kompor. Karena aku larang, ia kesal dengan sengaja membuang air (pewangi lantai) kesaluran air. (Astaghfirullah)

Selesai masak, aku masuk kamar, ternyata di kamar pun berantakan. Lihat ke ruang tamu pun tak kalah berserakannya ini dan itu. (Astaghfirullah, mamak tak tau harus bagaimana selain minta pertolongan Allah)

Hari ini sangat ruarbiasa, aku nangis dipojokan karena gk kuat lagi musti ngapain. Mungkin mamak lagi lelah, biasanya aku biarkan saja, tapi ini sudah kesekian kali. Hingga sore masih berlanjut, aa susah makan dan rebutan mangkok dengan adiknya, mangkok baru yg penuh dengan nasi itu dan belum ia makan, jatuh tak menyisakan nasi di mangkoknya. Akhirnya nasipun berujung di tong sampah.

Namun, malam ini Allah tunjukan aku sebuah video, tayangan seorang ibu yg dengan sabar mengasuh membersamai anaknya yg Autis. Anak itu memukul kepalanya sendiri, kemudian menciumi pipi ibunya. 

Oh Allah, aku sungguh ibu yg jauh dari sabar dan syukur. Betapa diluar sana banyak sekali ibu² yg kuat menghadapi anak²nya. Tidak lekas marah saat anaknys tantrum, tdk lekas bersedih saat anak melakukan kesalahan. 

Ya Allah, nyatanya aku masih perlu banyak belajar sabar. Mohon tanamkan dalam diriku sabar yg tinggi dan syukur yg banyak. Lembut kan hatiku ya Rabb, jadikan anak²ku anak yg shaleh. Aamiin

Kamis, 12 Januari 2017

Renungan

Setahun lebih, dan tentunya mengenal dan memahami itu tidak ada sekat waktu. Ada sesi mengurai tangis, ada tawa, marah, kesal dan banyak sekali rasa yang berkecamuk. Aku tak lebih hanyalah manusia biasa yang sedang berproses dengan dunia barunya. Sifat melankolisku masih tetap berakar dan belum beranjak pergi, namun lambat laun aku menyadari ada yang berbeda. Mengikis sedikit demi sedikit apa yang dulu ada padaku. Lebih tepatnya, aku merasa menjadi pragmatis, introvet, dan takut dalam melangkah. Namun kini aku sudah jauh melangkah, dan bagiku keputusan yang diambil adalah konsekuensi yang harus diterima. Jangan pernah mengeluh, karena Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Maka entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu, karena aku yakin Allah sedang menasehatiku dengan sebuah hikmah. Meski saat itu ingin rasanya aku mengatakannya, #ahCukup. Aku pun belum tentu benar. Tapi sungguh inilah isi hati yang ingin sekali aku bicarakan.

Jangan Pelit !
ketika manusia berpikir tidak usah pelit terhadap sesamanya. Aku di nasihati Allah untuk tidak pelit terhadap-Nya. Allah seperti menasehatiku, hatiku berkecamuk. Dan aku sebetulnya ingin menangis.

Allah sungguh, aku rindu mengadakan pengajian dirumah, mendengarkan ceramah, tausiyah, atau sekedar pembicaraan dengan papah yang menenangkan. Maaf Ya Allah, aku yang pelit untuk sekedar bersholawat, sholat sunnah, sholat tahajud, atau membaca Al-Qur'an pun aku masih saja hitungan.

Maaf ya Allah, padahal Engkau begitu baik. Engkau memberikan rizki sehat, makanan yang cukup, tempat berteduh yang layak, maka Aku adalah hambamu yang bodoh dan tak tau berterimakasih. Maaf atas khilafku, dan orang-orang yang ada disekelilingku.

Jumat, 06 Februari 2015

Untukmu yang entah siapa

untukmu yang entah siapa,
terimakasih telah menghormatiku untuk tidak menyukaiku berlebihan
terimakasih untuk tetap anggun menjaga hati
terimakasih untuk tetap istikomah memperbaiki diri
terimakasih untuk hati yang Allah titipkan rindu
untukku

untukmu yang entah siapa,
yang Allah titipkan kasih sayang, walau pada kenyataannya tidak pernah terungkapkan
 terimakasih untuk peduli, meski aku terkadang tidak tau
dan bahkan tidak peduli
terimakasih telah menyayangiku dalam diam
dalam doa yang dengan ikhlas kau ucapkan

untukmu yang entah siapa,
esok, dengan ijin-Nya sebuah ikrar akan terucap
sebuah perjanjian berat seorang manusia akan terdengar
semoga berita ini mampu membuat penduduk langit dan bumi bahagia
hingga kami dapat menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya


untuk mu yang entah siapa,
pintaku; doakan aku dan dia dalam kebaikan
pun semoga engkau mendapatkan kebaikan yang Allah janjikan
kini aku akhiri
walau ku tak pernah tau
kapan kau memulai untuk menyayangi
sungguh menyukai seseorang sebelum waktunya adalah keliru
namun menyimpannya dalam diam - untuk waktu yang tepat adalah
kebijaksanaan

untuk mu yang entah siapa,
yang menyimpan baik perasaannya di dalam hati
terimakasih

meski aku tak pernah mengetahuinya


--------------------------------------------------------------------------------
dari Tsalisa untuk Reihan (Rey)
Dalam Cerpen "Di Penghujung Senja" *tidak diterbitkan*

Kamis, 05 Februari 2015

Selamat Ulang Tahun Bunda :D

Dahulu sekali, ketika adikku lahir ke dunia - saat itu aku masih balita. Seseorang yang entah siapa bertanya kepadaku, "dulu muti juga jadi ade bayi lho, muti inget gk?". Aku menggelengkan kepala, sambil menatap adikku yang tengah menangis di atas kasur. Aku merasa takjub dan memikirkan bahwa dulu ternyata aku pernah menjadi bayi, tidak punya kekuatan dan sering menangis seperti adikku. Usiaku saat itu sekitar 4 atau 5 tahun. Hari itu aku berpikir, bagaimana aku bisa ada di dunia ini?. Kenapa aku sama sekali tidak ingat bagaimana aku bayi? Kenapa tiba-tiba aku sudah besar (maksudnya udah balita). Pikiranku saat itu mengatakan, melupakan sejarah adalah sebuah kesalahan. #ahaaa lebay bingiiit. Sederhananya, aku beranggapan bahwa sangat disayangkan sekali melupakan apa yang terjadi dalam hidup. Alhasil mulai saat itu aku berniat tidak melupakan hal-hal yang aku anggap penting (Ampuun dah). Seperti membeli anak ayam warna-warni, tragedi petasan yang di rendam di ember sama mama, ke jebur di selokan, atau pergi beramai-ramai melihat kuburan yang mengeluarkan asap. Wah kalau di ceritakan tentu akan panjang sekali. Maka dewasa ini aku paham, bahwa saat itu adalah masa ke emasan (golden age). Masa yang tak pernah lelah untuk mencari tahu dan ingin mencoba. Lambat laun, aku mulai memahami tentang arti kelahiran, tentang usia, tentang kelemahan manusia yaitu "lupa".

Dalam dimensi waktu, aku tidak pernah merayakan hari lahir. Mama dan papa hanya mendoakan dan itu cukup, tapi teman-teman kecilku merayakan hari lahir mereka - itu membuat muti kecil merasa iri (ada ada ajja). Maka ketika aku ulang tahun, diam-diam aku jajan donat atau roti (baca:kue bolu) dan tak lupa aku pasang lilin putih besar yang sering digunakan kalau mati lampu. #bahagia itu sederhana bukan?. Meskipun begitu, mama dan papah bukan tidak bisa merayakannya dengan pesta. Tapi mungkin tidak ingin membiasakan dan menjadikan itu sebagai keharusan. Ya, keharusan seperti ada kue, lilin, make a wish, lagu Happy Birthday, dan kado di hari kelahiran. (ini asal usulnya darimana ya?)

Kini saat aku mengajar, aku tahu bagaimana keinginan mereka (murid-muridku) merayakan ulang tahunnya di sekolah. Lucunya lagi, januari lalu kami para guru tidak pernah sepi dari ulang tahun selama tiga hari berturut-turut. Bukan karena hari lahir mereka yang berdekatan, tetapi karena mereka sangat ingin merayakannya. Namun ada yang berbeda di bulan febuari tahun 2015 ini, kemarin sepulang sekolah beberapa orang tua murid ingin bertemu denganku dan bunda neng. “Selamat ulang tahun bunda muti, selamat ulang tahun bunda neng” sambil menyerahkan kue dan kado. Bunda neng celingak-celinguk sambil senyum-senyum karena miladnya udah ke lewat 8 hari. Sedangkan aku tersenyum sambil muhasabah *ini bukan lebay*. Lebih tepatnya nostalgia, karena smp dulu mut pernah nyembunyiin sepatu wali kelas dengan alasan “ulang tahun”. (Tobat daaah...)


Tidak ada alasan apapun kenapa aku membagi cerita ini, hanya saja kejadian ini mengandung hikmah bahwa hidup membuat kita banyak belajar. 

Pembelajaran pertama, saat anak menjadi RAJA atau usia (0-7) perbanyaklah pertanyaan yang menimbulkan rasa ingin tahunya. Sebagian besar dari kita justru terlalu banyak menjelaskan apa yang anak tanyakan, meskipun itu memang bukan kesaLahan. Cobalah memberikan banyak pertanyaan terhadap hal-hal yang belum ia tahu. Melalui pertanyaan, otaknya justru akan terstimulasi untuk berpikir dan mencari tahu. Contohnya : “kenapa ya daun berwarna hijau?”, “apa semua daun warnanya hijau?”, “tapi daun ini kok warnanya coklat”, sambil memegag daun kering. Dari pertanyaan tersebut tentu saja akan banyak pertanyaan lain dalam benaknya. Kemungkinan besar ia akan bertanya kepada orang terdekat, mengamati, atau mungkin googling. 

Pembelajaran kedua dari cerita ini, ulang tahun adalah salah satu cara mengenakan konsep waktu terhadap anak. Anak usia dini pada umumnya masih kebingungan dengan kata kemarin dan besok. Baginya semua waktu adalah sama yaitu “sekarang”, itulah yang membuat anak-anak tidak suka menunggu. Maka mengenalkan hari lahir adalah moment mengenalkan hitungan tahun untuknya, dengan pengertian bahwa ulang tahun tidak harus selalu dirayakan. 

Pembelajaran ketiga, menjadi pendidik bukanlah perkara mudah. Salah atau asal-asalan mendidik akan berakibat dikemudian hari, dampaknya bisa mempengaruhi pola pikir, karakter, akhlak dan psikologis anak. Oleh sebab itu, guru harus menjadi sahabat sejati orangtua agar pendidikan di rumah dan di sekolah sejalan. Dari cerita di atas, dengan posisi saya sebagai guru. Sungguh saya terharu plus seneng banget, bukan karena hadiah/kue dihari ulang tahun. Tapi karena apresiasi orangtua yang baik, yang sungguh menghargai meskipun saya sebagai guru tentunya memiliki banyak sekali kekurangan.

Kamis, 29 Januari 2015

Hamba Sahya

Wahai hamba Allah yang fana, jauh sebelum aku mengenalmu aku telah Allah pertemukan dengan banyak laki-laki. Dengan beragam karakter, latar belakang dan kebiasaan yang berbeda. Tetapi aku tidak bergeming untuk lantas menyukai mereka, walau begitu aku adalah manusia biasa. Maka bagiku menyukai seseorang adalah masa-masa yang sulit, saat aku memiliki perasaan suka, aku selalu memangkas perasaan itu dengan paksa. Bukan karena tidak bisa mensyukurinya, justru takut terjerumus maksiat karenanya. Sungguh aku berdoa, agar Allah menganugerahkan kepadaku perasaan suka terhadap orang yang tepat. Seseorang yang akan menjadi imamku kelak, seseorang yang dengan mengenalnya saja aku bisa belajar mencintai Allah dan Rosulullah SAW. Aku berharap Allah menjaga perasaanku jika aku tak mampu menjaganya. Hingga aku memohon kepadanya untuk mengganti hatiku jika aku benar-benar tak mampu lagi membingkainya.

Wahai hamba Allah yang banyak maksiatnya, salahkah jika kini aku menemukan seseorang yang mampu membuatku merasa nyaman?. Yang darinya aku bisa bersama-sama belajar mengenal Allah, yang darinya aku banyak belajar mecintai kekasih-Nya. Ah aku memang bodoh, menyukai orang yang belum pernah aku temui. Belum tau latar belakang keluarga hingga asal usulnya pun sungguh aku tidak pernah tau. Bukankah itu seperti membeli kucing di dalam karung?

Wahai jasad yang Allah tiupkan ruh di dalamnya, aku tidak memilihmu. Tetapi Allah yang memilihmu untuk aku sukai. Maka jika nyatanya kau adalah orang yang salah, hanya kepada Allah lah tempatku kembali. Allah sungguh pemilik jiwa yang tidak pernah membuatku kecewa. Ia akan menolongku dengan pertolongan terbaik, mengobati hati yang sakit dengan penawar yang menentramkan. Sungguh aku tidak ingin memaksakan inginku kepada-Nya, karena bisa jadi kau bukanlah orang yang terbaik untukku. Bukan sahabat hati untuk mencari ridho-Nya. Bukan kawan seperjuangan untuk menuju jannah-Nya. Bukan karib yang bisa ku ajak bekerja sama untuk  membuat bangga Rosulullah.

Wahai engkau,
Aku tidak pernah berharap bisa bertemu denganmu, jika pada akhirnya kau harus melukai.
Aku tidak pernah berkeinginan dipertemukan denganmu, jika di dunia dan akhirat kita hanya akan berseteru.
Tapi aku bercita-cita bertemu denganmu, hanya jika Allah meridhoi kita bersama dengan janji yang engkau ikrarkan, hingga penduduk langit dan bumi bersyukur karenanya...

Maka kini, ijinkan aku menghilang seperti buih. Menghilang darimu yang fana, yang tidak bisa kekal seperti-Nya. Melangkah menjauh dari rasa suka, untuk mendekap Dia Sang Penguasa Rasa. Pergi darimu yang papa, untuk mencari yang Maha Pemilik Segala. Meninggalkan mu yang lemah, untuk Dia pelindungku yang Maha Kuat. Sungguh, hanya Allah sebaik-baik tempat kembali, yang mengetahui segala hal yang tersembunyi. Yang menentramkan setiap jiwa yang gelisah, yang menguatkan setiap diri yang rapuh.

“Allah, hatiku telah sakit. Jangan biarkan aku jatuh cinta kepada laki-laki manapun, kecuali kepada seorang laki-laki yang telah Engkau gariskan sebagai jodohku”.

“aku takut jatuh cinta, karenanya terkadang aku membenci setiap mata yang memandang dengan seksama. Aku takut jatuh cinta, bukan karena jatuh itu begitu sakit, bukan karena aku tidak normal. Tapi karena setiap perasaan itu suci dan perlu dijaga karena-Nya. Aku takut jatuh cinta Rabb, mencintai orang yang salah, tak mampu menjaga hati, tak bisa membingkai perasaan. Aku takut jatuh cinta Tuhan, mencintai seseorang bukan karenaMu, takut melebihi cintaku padaMu, takut merindukan ia melebihi rinduku bermunajat padaMu. Tolong jaga hatiku Rabb, jaga hati, mata, lisan dan sikapku. Yang terkadang membuat mereka berpikir ingin memiliki sebelum waktunya. Tuhan, Engkau yang titipkan setiap perasaan pada setiap hati, menciptakan rindu, benci, dan suka. Maka jika kini boleh aku pinta, jagalah hatiku dengan penjagaanmu, hapuskan setiap perasaan yang tidak seharusnya. Hapuskan setiap rindu yang bukan pada tempatnya. Maaf untuk setiap hati yang tak mampu ku jaga, untuk kesibukan, pikiran dan khayalan yang ingkar. Bantu aku untuk menghapus segala sesuatu yang terasa mudharat ini ya Rabb..”


[aamiin, allohumma aamiin]

Selasa, 27 Januari 2015

Lautan Cinta-Mu

Aku memanggilmu dalam deretan sastra tak bertuan
Mengeja setiap huruf untuk kau yang entah siapa
Menyelipkan doa dalam sujud
Meski rindu terkadang meradang
Sungguh aku tidak iri dengan mereka yang paripurna
Karena aku yakin ini belum saatnya
Bukan untukmu wahai makhluk yang fana
Bukan demiku yang hina lagi papa
Oh bagaimana mungkin aku harus selingkuh dariNya
Yang bahkan tau setiap hati yang berbisik
Yang selalu mengawasi setiap gerak aktivitas
Oh bagaimana jika hati telah terbagi
Oleh dunia dan semua ornamen di dalamnya
Sungguh, mencintaiMu dan makhlukMu bagiku adalah ujian
Wahai pemilik cinta, anugerahkan kepadaku
Seorang imam yang mampu membawaku
ke lautan cintaMu

hanya ilalang

sebulir pemahamanku telah temukan ruangnya
mengulum ego hingga bertemu pangkalnya
kini menjadi beku, dihantam airaksa
pun menjadi keras, meski rasio-nya kini melunak

aku terbangun dalam dimensi waktu
terhipnotis elemen-elemen mimpi
menjadikanku pujangga tanpa lelah
walau diteriaki barisan para pemikir
meski dihujani tumpukan tanda tanya

dan kini aku paham tentangmu
yang berproses menyusun artefak rasa
membenam ke akuan diri
menyulam rombeng perilaku gila
memuseumkan sejarah tanpa kunci

kita tidak sedang bermain logika
tak pula berperang argumen kata
atau menyusun mozaik citra
mengeja satu per satu dinamika

terimakasih untuk memuliakaku
dengan tetap menjaga hati
menjaga jarak dan interaksi
teguh tanpa pernah terpengaruh

dan kini aku luruh...
sungguh tak ingin terlalu jauh
mengangkasa bersama barisan bintang
mengudara bersama ribuan layang-layang
tapi aku sungguh hanyalah ilalang...
maka jika terjatuh sungguh akan sakit
jika terinjak tentu akan terpuruk
begitu menyedihkan

maka ku minta
tetaplah menjadi sepi
biarkan langit yang menyusun ceritanya
melukis setiap bait-bait tasbih
mencatat setiap kalimat-kalimat rindu

tentu saja aku hanya ilalang..
tak mungkin tahu apa rahasia-Nya
maka jangan pernah membuat-Nya cemburu
cukup diamlah untuk sekedar tau

bahwa aku,
masih menunggu...

----------------------------------------------------------
mutia azahra, syair : romance 2015