Senin, 23 Juni 2014

Muhasabah Before Ramadhan

Bismillahirohmanirrohim,
Kawan, cobalah tinggalkan sejenak kesibukan dan hiruk pikuk kegiatan. Apapun tentang duniamu tentang deadline pekerjaan, skripsi, pilpres yang semakin memanas, euporia piala dunia, kasus kejahatan, kekerasan, tawuran dan berbagai masalah hidup lainnya. Cukup beberapa menit saja, kita buka mata, hati dan pikiran kita. Saya akan mengajak teman-teman untuk memperhatikan, memikirkan dan merenungkan satu hal kecil yang sering kali kita remehkan. Saya akan mencoba mengajak pembaca bertafakur akan hidup yang sebentar ini, bukan menggurui karena nyatanya saya masih sama-sama belajar. Bahkan teman-teman rasanya lebih tahu dari pada saya, baiklah tidak usah berlama lama. Inilah yang akan saya bincangkan, tentang matahari.

Salah satu benda langit yang mampu memancarkan cahaya sendiri,sungguh tidak asing lagi untuk anak hingga orang tua sekalipun. Ia dekat dengan kita dan keberadaannya bisa kita rasakan sampai saat ini Alhamdulillah. Jika teman-teman browsing atau membaca ensiklopedia tentang matahari, tentu akan banyak gambaran pengetahuan dan wawasan, yang membuat kita sadar bahwa ukurannya begitu besar dan suhunya begitu panas (Subhanallah). Matahari adalah sumber cahaya yang paling penting. Matahari mempunyai pengaruh besar atas terjadinya angin, cuaca,dan kejadian-kejadian alam lainnya. Ada sinar matahari yang tidak dapat kita jangkau, bahkan masih banyak menyangkut matahari yang tidak dapat kita ketahui.Cahayanya pun tidak mampu kita tatap berlama-lama. Kalau matahari saja demikian, maka bagaimana kita dapat melihat dengan mata kepala kita Pencipta matahari itu?.

Jika wujud Allah saja tidak bisa kita lihat, jangan-jangan bukan karena tidak bisa, bukan karena tidak jelas. Tetapi justru karena Dia sedemikian jelas, sehingga mata dan pikiran silau bahkan tumpul, tak mampu memandangNya. Imam Al-Ghazali menulis “Ketersembunyian-Nya disebabkan oleh kejelasan-Nya yang luar biasa, dan kejelasan-Nya yang luar bisa disebabkan oleh ketersembunyian-Nya. Cahaya-Nya adalah tirai cahaya-Nya, karena semua yang melampaui batas akan berakibat sesuatu yang bertentangan dengannya”. Subhanallah,karena pada hakikatnya Allah ada dimana-mana. Mata, hati, dan diri kita saja yang sering kali lalai dengan keberadaannya. Atau mungkin karena keangkuhan,maksiat, dan gelapnya hati kita sehingga tidak mampu mentafakuri dan mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Sebagai contoh, ketika seseorang bisa membuat pesawat dan melayang di udara, maka hal ini sungguh mengagumkan. Tetapi, karena telah terjadi berulang-ulang, maka terjadi erosi kekaguman akibat kebiasaan-kebiasaan itu.Lalu bagaimana jika kita pergi keluar angkasa, melihat langsung setiap benda bahkan diri kita sendiri mengawang-ngawang di angkasa. Ini sungguh menakjubkan karena tidak sering kita lihat. Padahal kedua peristiwa itu pada mulanya sama saja mengagumkan. Maka bagi seorang mukmin, kebiasaan-kebiasaan itu tidak menjadikannya hilang kekaguman, apalagi menjadikannya melupakan Allah.



Pernahkah engkau berpikir betapa kecilnya kita dihadapan Allah? Sungguh kecil, tidak ada apa-apanya, memikirkannya saja sungguh menyedihkan. Merenungkannya saja sungguh membuat rendah diri, karena betapa sering saya lalai, betapa selalu saya lupa bahwa saya tidak ada apa-apanya. Suatu hari saya tertegun, menangis karena nyatanya Allah begitu HEBAT. Menangis karena buktinya saya seringkali sombong, malu karena isi hati tak sebagus tulisan, tidak seindah ucapan, tidak sebaik perbuatan. Apakah selama ini saya hidup dalam topeng kepura-puraan. Saya menangis hanya karena memandangi gambar ini kawand, memperhatikan alam, memikirkan, dan merenungkannya.


Sungguh,ilmu saya begitu sempit karena bagaimanapun saya belum bisa membayangkan perbandingan matahari dengan bumi. Namun setelah dengan tidak sengaja menemukan gambar tersebut, saya belajar untuk lebih menghargai hidup. Mari kita renungkan dengan hati yang lapang, ada apa sebenarnya dengan gambar diatas? Sekilas memang terlihat biasa saja, teman-temanpun sudah tidak asing lagi melihatnya.Tapi ya Allah, betapa bumi yang saya diami ini begitu kecil, saya bahkan tidak bisa melihat benua asia, peta Indonesia, pulau jawa, atau bahkan kota bandung dari gambar ini. Dimana kota yang saya diami?, dimana kampung tempat saya tinggal?.Mana perumahan, sungai, pegunungan, dan kota-kota besar yang gedungnya,menaranya, begitu tinggi menjulang?. Masya Allah, nyatanya saya lebih kecil dari semua itu, sangat kecil dari debu sekalipun. Apakah mungkin sekecil bakteri atau molekul-molekul, yang untuk melihatnya saja butuh mikroskop. Subhanalloh, Walhamdulillah, Walaailaha’illalloh Wallohuakbar !!

Allah,

sungguh tak mungkin aku menduduki kursi kebesaranmu,

menggunakan sifat Maha Hebatnya Engkau
tidak pantas aku sombong di hadapan manusia,
tidak elok merasa diri paling sempurna
merasa diri paling benar
merasa diri paling hebat
sungguh tak pantas
bahkan jika Engkau pinjami aku selendang ke AgunganMu
meski sedetik saja

“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ghafir 40:57)

Bahkan memandang langit atau bumi dengan pandangan biasa saja bersama sedikit kesadaran, sudah cukup mengantar manusia untuk mengetahui bahwa kita makhluk yang kecil dan kecil. Bahkan nol besar di sisi Allah swt. Lebih-lebih jika manusia mengetahui sekelumit dari hakikat alam raya ini.

Maka apa yang sebenarnya membuat manusia harus berbangga diri?sejatinya TIDAK ADA. Kita terlahir kedunia tanpa memiliki harta apapun, hidup numpang di bumi Allah, bisa hidup dan bernafas juga kalo di ijinin sama Allah,makan-minum juga dari segala sesuatu yang hakikatnya milik Allah. Sungguh betapa miskin dan kecilnya kita dihadapan-Nya.

Maka, sungguh sangat mudah bukan jika Allah menghendaki kehancuran bumi dengan cepat, tapi mengapa saya sebagai manusia justru seperti menantangNya?. Buang sampah sembarangan hingga terjadi banjir, merasa tak peduli dengan urusan penebangan hutan, pencemaran sungai, pengrusakan ekosistem tanah, air dan udara. Acuh dan merasa tidak berkepentingan dengan lingkungan, lalai dengan shalat, tilawah dan ibadah lainnya tapi justru fokus memburu dolar. Hingga rasanya iman terasa kering, merasa bahagia dalam fatamorgana hidup. Membuang-buang waktu seperti akan hidup selamanya (Astagfirullah). Bukankah ini bukti begitu arogannya saya?

Ah sudahlah, menulisnya saja malu. Seperti mengumumkan pada dunia tentang aib sendiri, da aku mah apa atuh. :'(

Tidak ada komentar: