Beberapa hari dipekan ini, aku melewati jalan yang sama, penuh history
membuat aku masuk dalam ruang waktu yang sebenarnya ingin aku hapus.
Berjalan dengan semua asa yang aku punya, bahkan aku hafal detail sudut
jalan, pertokoan dan perumahan di area ini, semua karena terlalu
seringnya aku mondar-mandir untuk penelitian. Tapi ini menyakitkan,
karena sejarah silam itu bagiku telah terkubur bersama putaran waktu.
Haruskah aku menggali semua, membuka kembali lembaran album yang
nyatanya telah berdebu?. Itu akan membuatku sesak.
Angin,
aku ingin berbicara suatu hal padamu. Tentang keributan di senja hari,
tentang celotehan tak berujung yang membuat engkau selalu mengalah -
apa, mengalah?. Ah bagiku bukan mengalah, kau justru membuat semuanya
menggantung diatas langit. Beterbangan. Bahkan bagiku kau selalu
berpura-pura tak peduli, bagiku ka selalu berpura-pura tak tahu.
Bukankah terkadang itu menyebalkan?. Kau tak pernah tau, bahwa aku
adalah seseorang yang pandai menyimpan sejarah, menyimpannya dalam
museum. Tapi kenyataannya, kau tak bisa aku simpan dengan mudahnya di
museum. Ruang kecil berbingkai itu, tak cukup membuatmu masuk untuk aku
museumkan-kau terlalu bebas berkeliaran. Nyatanya Tuhan ingin kita
berdamai, menikmati hidup dengan berjalanya waktu. Tapi aku tidak mau
mengerti untuk hal ini, berkawan dengan angin liar sepertimu terkadang
menciptakan angin panas yang bisa membuatku gerah. Ya, karena bagimu
mudah saja, pergi menjadi angin spoy dan berusaha tak peduli atau
menjadi puting beliung meluluh lantakan semua.
Angin, aku
tak mengerti. Apakah ini pembenaran diri atau sebenarnya diriku telah
terjebak oleh tipuan, seperti tipuan bias dalam pelangi. Bisakah kau
ceritakan dan jelaskan kepadaku tentang semua ini, pemahaman baru
tentang cara berdamai terbaik. Aku pikir kau memiliki pengalaman hebat
yang bisa kau bagikan untuk ku, tentang mengingat untuk melupakan. Atau mungkin kau tak pernah mempunyai kamus tentang dua hal itu? Karena aku menganggap semua ini adalah sebuah analogi :
Aku dan kau bertemu bukan secara kebetulan, dipertemukan bukan karena ketidak sengajaan. Seperti gerhana, yang membuat matahari dan bulan lurus sejajar bersamaan, meski tidak untuk selamanya (mutia azahra, 2013)
Maka
Angin, biarkanlah aku luruh seperti daun yang jatuh. Meminta maaf
padamu dan alam yang lebih tahu tentang kita, tentang semua hal yang
bagiku tak perlu penjelasan. Tentang aku yang selalu marah, menyalahkan,
menydutkan, membuatmu merasa tak nyaman. Atau mungkin aku saja yang
terlampau membuat semua ini begitu rumit, ya aku saja yang membuat ini
begitu kompleks. Aku terlalu ingin menutupi bahwa cermin yang retak itu
baik-baik saja. Aku terlalu ingin meyakinkan mu bahwa diantara kita "just friend" and "enough".
Nampaknya aku terlalu memaksakan, dan semua itu terkesan seperti
memilukan. Aku tau, kau tidak ingin membuat dirimu menjadi beban untukku
bukan? maka kau pergi dengan seluruh ego yang kau miliki. Kau
benar-benar seperlunya, benar-benar tak peduli. Aku lega, meski
sebenarnya aku tak mengerti apa yang aku inginkan.
Maka
semua laku diriku tentang apa yang kau lihat selama ini adalah salah,
aku takan mencari pembelaan. Biar saja kau yang menilai, tentang sudut
pandangku akan seAbreg hal yang kau miliki. Kau cukup cerdas untuk
mengenalku, dan untuk kali ini aku mengalah, aku mengalah padamu yang
sabar mengikuti apa mauku, meski nyatanya bagiku kau terlalu keras
kepala. Maka berhentilah untuk menerka apa yang aku pikirkan dan apa
yang aku lakukan. Pura-pura tak tau, hingga akhirnya terbiasa dan
akhirnya benar-benar tidak tahu.
Angin, bagiku catatan ini
adalah kamus yang ingin kau baca ditahun lalu, tapi aku berusaha untuk
tidak peduli. Mungkin kau menganggap aku terlalu hiperbola, membuat
rumit hal yang sederhana. Tapi bagiku tidak demikian, ini adalah salah
satu cara agar aku bisa berdamai dengan diriku. Taukah kau mengapa
demikian, karena aku selalu berusaha agar waktu bisa menghapus semuanya.
Memotong dengan paksa setiap bunga liar yang tumbuh-mengotori rumah.
Cukup, semua ini karena aku selalu berusaha menghargai pemilik rumah
yang sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar