Rabu, 26 Maret 2014

Untuk Angin

Beberapa hari dipekan ini, aku melewati jalan yang sama, penuh history membuat aku masuk dalam ruang waktu yang sebenarnya ingin aku hapus. Berjalan dengan semua asa yang aku punya, bahkan aku hafal detail sudut jalan, pertokoan dan perumahan di area ini, semua karena terlalu seringnya aku mondar-mandir untuk penelitian. Tapi ini menyakitkan, karena sejarah silam itu bagiku telah terkubur bersama putaran waktu. Haruskah aku menggali semua, membuka kembali lembaran album yang nyatanya telah berdebu?. Itu akan membuatku sesak.

Angin, aku ingin berbicara suatu hal padamu. Tentang keributan di senja hari, tentang celotehan tak berujung yang membuat engkau selalu mengalah - apa, mengalah?. Ah bagiku bukan mengalah, kau justru membuat semuanya menggantung diatas langit. Beterbangan. Bahkan bagiku kau selalu berpura-pura tak peduli, bagiku ka selalu berpura-pura tak tahu. Bukankah terkadang itu menyebalkan?. Kau tak pernah tau, bahwa aku adalah seseorang yang pandai menyimpan sejarah, menyimpannya dalam museum. Tapi kenyataannya, kau tak bisa aku simpan dengan mudahnya di museum. Ruang kecil berbingkai itu, tak cukup membuatmu masuk untuk aku museumkan-kau terlalu bebas berkeliaran. Nyatanya Tuhan ingin kita berdamai, menikmati hidup dengan berjalanya waktu. Tapi aku tidak mau mengerti untuk hal ini, berkawan dengan angin liar sepertimu terkadang menciptakan angin panas yang bisa membuatku gerah. Ya, karena bagimu mudah saja, pergi menjadi angin spoy dan berusaha tak peduli atau menjadi puting beliung meluluh lantakan semua.

Angin, aku tak mengerti. Apakah ini pembenaran diri atau sebenarnya diriku telah terjebak oleh tipuan, seperti tipuan bias dalam pelangi. Bisakah kau ceritakan dan jelaskan kepadaku tentang semua ini, pemahaman baru tentang cara berdamai terbaik. Aku pikir kau memiliki pengalaman hebat yang bisa kau bagikan untuk ku, tentang mengingat untuk melupakan. Atau mungkin kau tak pernah mempunyai kamus tentang dua hal itu? Karena aku menganggap semua ini adalah sebuah analogi :

Aku dan kau bertemu bukan secara kebetulan, dipertemukan bukan karena ketidak sengajaan. Seperti gerhana, yang membuat matahari dan bulan lurus sejajar bersamaan, meski tidak untuk selamanya (mutia azahra, 2013)

Maka Angin, biarkanlah aku luruh seperti daun yang jatuh. Meminta maaf padamu dan alam yang lebih tahu tentang kita, tentang semua hal yang bagiku tak perlu penjelasan. Tentang aku yang selalu marah, menyalahkan, menydutkan, membuatmu merasa tak nyaman. Atau mungkin aku saja yang terlampau membuat semua ini begitu rumit, ya aku saja yang membuat ini begitu kompleks. Aku terlalu ingin menutupi bahwa cermin yang retak itu baik-baik saja. Aku terlalu ingin meyakinkan mu bahwa diantara kita "just friend" and "enough". Nampaknya aku terlalu memaksakan, dan semua itu terkesan seperti memilukan. Aku tau, kau tidak ingin membuat dirimu menjadi beban untukku bukan? maka kau pergi dengan seluruh ego yang kau miliki. Kau benar-benar seperlunya, benar-benar tak peduli. Aku lega, meski sebenarnya aku tak mengerti apa yang aku inginkan.

Maka semua laku diriku tentang apa yang kau lihat selama ini adalah salah, aku takan mencari pembelaan. Biar saja kau yang menilai, tentang sudut pandangku akan seAbreg hal yang kau miliki. Kau cukup cerdas untuk mengenalku, dan untuk kali ini aku mengalah, aku mengalah padamu yang sabar mengikuti apa mauku, meski nyatanya bagiku kau terlalu keras kepala. Maka berhentilah untuk menerka apa yang aku pikirkan dan apa yang aku lakukan. Pura-pura tak tau, hingga akhirnya terbiasa dan akhirnya benar-benar tidak tahu.

Angin, bagiku catatan ini adalah kamus yang ingin kau baca ditahun lalu, tapi aku berusaha untuk tidak peduli. Mungkin kau menganggap aku terlalu hiperbola, membuat rumit hal yang sederhana. Tapi bagiku tidak demikian, ini adalah salah satu cara agar aku bisa berdamai dengan diriku. Taukah kau mengapa demikian, karena aku selalu berusaha agar waktu bisa menghapus semuanya. Memotong dengan paksa setiap bunga liar yang tumbuh-mengotori rumah. Cukup, semua ini karena aku selalu berusaha menghargai pemilik rumah yang sesungguhnya.

Tidak ada komentar: